Cap Badak
badak diproduksi oleh NV Ijs Fabriek Siantar (kemudian berganti nama menjadi PT Pabrik Es Siantar), perusahaan minuman ringan Indonesia pertama. Pabrik ini dirintis oleh Heinrich Surbeck, seorang ahli kimia dan pengusaha asal Hallau, SwisS yang merantau ke Pematangsiantar di tahun 1916 bersama keluarganya yaitu Eugen Rosa Otto, Evast, Lydia Rosa Otto dan Heedwig Elisa Surbeck.
Kota tersebut dipilih karena pertumbuhannya yang mulai pesat, dengan menjadi pusat kargo antara Medan dan kota lainnya maupun mulai berkembangnya pertanian, ditambah kayanya sumber air yang jernih di daerah tersebut Selain memproduksi minuman Badak, Ijs Fabriek Siantar juga menyediakan sarana kelistrikan untuk daerah sekitarnya, suatu hal yang diapresiasi oleh dunia usaha sekitar
Asal – Usul Cap Badak
Produk pertama Fabriek Siantar adalah es batu dan konsentrat buah markisa; produk Badak sendiri baru muncul pada 1920-an. Nama “Badak” dipilih sebagai harapan agar perusahaan ini bisa bertahan dari minuman ringan asing, seperti Coca-Cola. Namun upaya Surbeck tidak mulus karena persaingan dari produk minuman asing yang ketat, ditambah kematian Surbeck pada masa-masa awal kemerdekaan Indonesia. Posisinya kemudian digantikan oleh Elman Tanjung, seorang karyawan perusahaan ini yang dipercayakan oleh keluarga Surbeck.
Pada 21 Januari 1959 nama NV Ijs Fabriek Siantar diganti menjadi PT Pabrik Es Siantar dan Pembangkit Listrik Sumatera Utara. Perlahan-lahan, saham perusahaan diakuisisi pengusaha lokal dari tangan keluarga Surbeck, dan di tahun 1971 100% saham PT Pabrik Es Siantar dikuasai oleh keluarga Julius Hutabarat. Saat ini, bisnisnya masih dikelola oleh anaknya Ronald Hutabarat.
Perjalanan Cap Badak
Di bawah Julius, PT Pabrik Es Siantar mulai memproduksi rasa-rasa baru seperti jeruk, nanas, anggur, kopi, raspberry, soda es krim, air tonik dan sarsaparilla. Untuk rasa yang terakhir kemudian menjadi varian utama dari Cap Badak, yang juga diekspor ke Swiss, negara asal penciptanya. Khusus rasa-rasa lainnya, lebih banyak dipasarkan untuk ke wilayah Sumatra dan Pulau Jawa.Kesuksesan perusahaan ini ada pada periode 1970-an dan 1980-an, dengan memproduksi 40.000 krat/bulan.
Pabrik Es Siantar
Tercatat, PT Pabrik Es Siantar juga sempat memproduksi minuman ringan asing merek Pepsi, 7 Up, Green Spot, air minum Spalin, dan 12 minuman jenis lainnya di masa kejayaannya. Bahkan perusahaan ini pada Agustus 1988 berhasil mengakuisisi PT Trans Toba Asia Bottling, sehingga saat itu ada yang menganggapnya sebagai “Raja Minuman” Sumatera Utara.
Sayangnya, produksinya kemudian merosot dengan banyaknya pesaing dan naiknya biaya produksi. Produksi limun Badak pun merosot menjadi 500 krat/bulan, ditambah banyak merek dan variannya dihentikan produksinya, dengan kini hanya bisa memproduksi air tonik, minuman sarsaparilla dan es batu.
Belum lagi adanya peminum yang mulai memperhatikan dampak konsumsi soft drink (meskipun ada juga peminat yang meminumnya mengklaim sehat setelah mengonsumsi minuman ini). Walaupun kini produksinya tidak sebesar dahulu, produk Cap Badak tetap dibanggakan banyak orang di Sumut, dan sejumlah investor tertarik untuk membantu mempertahankan perusahaan ini.
Reviews
There are no reviews yet.